Sunday, September 14, 2014

---DARAH HALAL---

---DARAH HALAL---
Sebilah pisau dapur terempas dari tangan Pak Rudi. Darah segar menggenangi lantai kamar. Kaki lelaki paruh baya itu lunglai gemetar. Hingga ia terduduk lemas menatap tubuh Rendi, putra semata wayangnya yang tergeletak tak berdaya.
Tertegun sejenak.
Mengingat perkelahian yang terjadi beberapa menit lalu.
”Kalau aku tak membunuhmu, kau pasti yang akan membunuhku, dasar anak durhaka!” Nada sinis itu keluar sambil melirik wajah mayat dengan mata terbelalak.
Pak Rudi bergegas bangkit dan keluar dari kamar yang pengap itu.
Setengah jam kemudian Ia kembali membawa beberapa peralatan, semen dan pasir.
Lelaki tua itu mulai beraksi, meletakkan mayat Rendi di belakang lemari dan memolesnya.
Tubuhnya masih gemetaran, bayangan wajah, darah dan rintihan Rendi yang mengerang kesakitan membayang di pelupuk mata.
~~~
Sore itu Bu Dita kembali dari rumah saudara jauhnya.
”Rendi ke mana, Pak?”
”Nggak tahu, Bu ne, aku juga belum ketemu dari tadi siang kok.”
”Ya sudah, biar damai sebentar rumah ini. Aku tuh sering takut anak itu pulang marah-marah sambil mabuk, ujung-ujungnya minta uang. Hm ... bahkan Ibu ini juga sering di pukul loh, Pak.” Bu Dita menghela napas panjang.
Pak Rudi terdiam, mengalihkan pandangan pada acara televisi.
Pikirannya menerawang jauh tak tentu arah. Rasa bersalah, penyesalan, juga sebuah kelegaan bercampur aduk menjadi satu.
~~~
Tiga hari berselang.
Beberapa polisi menggeledah rumah mencari Rendi.
Laporan orang tua Melani, anaknya hilang lima hari lalu beserta sepeda motornya.
”Mana kuncinya?”
Dengan berat hati Pak Rudi menyerahkan kunci kamar Rendi.
Terbukalah pintu kamar, bau menyengat. Jendela kamar tertutup rapat.
Polisi mulai curiga, melontarkan beberapa pertanyaan singkat mengenai keberadaan Rendi.
Polisi mencurigai polesan semen di belakang lemari dan lantai yang masih baru di bawah meja. Sepertinya sekitar seminggu ini di bongkar pasang.
Bu Dita tertegun di ruang tamu, menunggu dengan debar yang bergemuruh.
Beberapa jam kemudian, kamar itu dibongkar.
Dan benar adanya, polisi menemukan tubuh Rendi menempel di dinding belakang lemari, juga di bawah meja sosok mayat gadis yang sedang dicari.
Pak Rudi terperangah, tak menyangka Melani telah terkubur di lantai rumahnya sendiri.
Kini jelaslah bahwa Rendi telah membunuh Melani, dan menjual sepeda motornya untuk mabuk dan berjudi.
Suasana hening sebentar.
”Ya, saya yang menghabisi anak durhaka itu, saya ingin merdeka dari rasa bersalah punya anak bej*t. Lebih baik kubunuh daripada dia membunuh orang lain lebih banyak lagi. Lebih baik kutanggung dosa membunuhnya, daripada kelak aku tak bisa bertanggung jawab pada Tuhan karena ’tak bisa mendidik anak,” jelas Pak Rudi berapi yang kemudian digiring ke kantor polisi.

Surabaya,8 Agustus 2014

No comments:

Post a Comment