Sunday, September 14, 2014

JURUS TAK ADA ROTAN AKAR PUN JADI

JURUS TAK ADA ROTAN AKAR PUN JADI 
“Aku akan kembali dua tahun lagi.”
“T-t-tapi, Put … “ jawab Wiro terbata.
Malam menggantung rembulan yang resah. Bintang malu-malu menampakkan wajah yang memerah. Mengintip diantara celah cemara.
Sebuah taman kecil dan bangku tua di beranda rumah.
“Ini demi keluargaku dan juga masa depan kita, Kak,” jelas Eyput.
Menatap sekilas wajah manis di sampingnya. Eyput tak kuasa menahan bulir-bulir yang jatuh dari kelopak mata. Ia menunduk, menahan gemuruh di dada yang berloncatan, saling berebut untuk di ungkapakan tapi ‘tak tahu dengan cara apa mengatakan rasa yang menusuk-nusuk perih. Bibir terkatup rapat. Hanya pandangan mata yang mewakili rasa mereka.
~~~
Empat bulan kemudian.
Eyput terbang menyongsong mega-mega yang berhamburan di langit sore. Elang menukik tajam menyambar mangsa dengan tawa kemenangan. Di atas perbukitan kecil, sepasang kelinci saling berkejaran memagut rindu, menelusup diantara semak dan bebatuan. Angin menyampaikan kabar tentang tunas-tunas daun yang menyembul dari batang, tumbuhnya sebuah harapan antara Hong Kong dan Indonesia.
Bandara Juanda saksi air mata dan langkah berat Eyput, meninggalkan keluarga tercinta, juga sebuah hati yang remuk redam menanggung rindu dendam.
~~~
“Kak Wiro …!”
“Adik, kau baik-baik saja? Bagaimana majikanmu? Apa mereka bersikap baik padamu? Aku gelisah memikirkanmu siang dan malam … ” Wiro memberondong dengan berbagai pertanyaan.
“Kakak … “ suara Eyput tertahan di tenggorokan.
Menahan rindu yang menggelitik, membuat sekat-sekat suara makin rapat.
“Kak Wiro, pertanyaanmu seperti tembakan pada perang dunia dua, hehe … aku bingung mana yang harus kujawab,” sambung Eyput kemudian.
”Sebab aku peduli dan merinduimu,” ucap Wiro di seberang sana.
Eyput tergagap, wajahnya memerah. Pipi gadis manis nan sedehana itu seperti buah cherry yang sedang ranum.
Setelah hari itu, hubungan Eyput dan Wiro dilalui dengan telepon dan chat.
Eyput, gadis berkerudung berwajah legit itu ‘tak terpengaruh dengan hiruk pikuk Negara Beton dengan segala modernisasi-nya.
Ia tetap anggun dan menjaga dirinya dari pergaulan.
Setiap hari libur, ia menghabiskan waktu untuk majelis, mengikuti pengajian-pengajian, lomba-lomba hadrah, qori’ dan juga berkecimpung dalam kegiatan sosial lainnya.
Eyput sadar betul tujuan utamanya menjadi buruh migran adalah untuk keluarga dan dirinya. Secermat mungkin ia mengatur keuangan agar bisa mencukupi kebutuhan rumah dan juga menabung untuk masa depan.
~~~
Sore itu matahari mulai berkemas. Menarik terik dan mengganti dengan semburat jingga di sudut lapangan Victoria. Semilir angir yang berembus membelai pucuk-pucuk daun, menebar aroma wangi awal musim semi. Jilbab Eyput yang berwarna biru langit berkibar disanding senyumnya yang sumringah.
“Git, lihat dech …ada lomba karaoke dan fashion show!” ucap Eyput sambil memperlihatkan hp-nya pada Gita, menscroll sebuah halaman website.
“Kamu mau ikut lomba karaoke, Put? Ah … yang benar saja …?”
“Huu … bukan karaokenya, tapi fashionnya!” Eyput tertawa lebar, mununjukkan gigi-gigi yang rapi. Dahinya berkerut menelisik persyaratan lomba itu.
“Git, kamu ‘kan cantik, imut, baik, bagaimana kalau kamu bantu aku jadi model?”
“Haa … ?” Gita terperangah. “gak usah merayu aku imut dech, udah dari dulu kalii … ”
“Mau ya, Git, pliss … ! nanti biar Keysha yang jadi penata riasnya.”
“Kamu yakin mau ikut lomba itu, Put? Lalu bagaimana kamu mendesain dan menjahit bajunya? Terus bahan bakunya darimana?”
“Tenang saja, di rumah majikanku ada mesin jahit jarang dipakai, masalah bahan aku bisa bongkar pasang, ambil dari gamis dan kain batik yang kubawa dari Indonesia waktu lalu,” sungut Eyput. “kamu mau jadi model yah, Git, pliss …! ” rengek Eyput sambil menarik-narik lengan baju Gita.
Sesaat kemudian Gita mengangguk.
“Yee …” secara spontan Eyput memeluk sahabatnya erat-erat.
Mereka berdua tertawa renyah diantara ratusan BMI yang memenuhi lapangan Victoria.
~~~
Tiga minggu berlalu.
Hari perlombaan yang di tunggu pun tiba.
Eyput, Gita dan Keysha berkumpul di depan stasiun kereta bawah tanah, Fortress Hill.
Tiga Srikandi Indonesia itu melangkah penuh semangat. Eyput telah bekerja keras untuk rancangan busana muslim batik modern-nya.
“Ah, aku minder. Sepertinya sulit untuk menang, karya teman yang lain sangat menawan,” desah Eyput perlahan, yang ternyata terdengar oleh Keysha.
“Kalah menang itu tidak jadi masalah, Put, yang penting kita berkreasi dan sudah berusaha menciptakan yang terbaik,” jawab Keysha sambil mengerlingkan matanya yang bulat.
Eyput melempar senyum manis untuk sahabatnya itu.
Ada banyak peserta dengan karya mereka yang mengagumkan.Tidak kalah dengan para perancang busana nasional yang sudah terkenal. Dan kali ini, para Srikandi Indonesia yang minim pendidikan tata busana mencoba bergelut langsung menciptakan karya. Merekahkan senyum para Bidadari Indonesia yang memenuhi gedung acara.
Gita tampak anggun berjalan di atas catwalk, layaknya model profesional yang berlenggak lenggok memperagakan busana cantiknya. Kain batik yang di padu dengan brokat berwarna biru langit untuk bawahan, payet tersusun rapi pada lengan dan ujung jilbab. Ditambah make up dari Keysha yang minimalis, menggambarkan batik tanah air pun bisa tampil dengan sangat elegan.
“Eh, Put, darimana kamu dapatkan kain warna biru untuk kombinasi bawahan itu?” bisik Keysha sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Eyput.
“Itu kain gorden di lemari, sepertinya tidak terpakai, hehe ... “ Eyput menjawab sambil menahan tawanya. ”Sstt … tak ada rotan, akar pun jadi, hehe …”
“Haah??” Keysha melongo.
Tibalah moment yang paling ditunggu yaitu penilaian dan pengumuman pemenang.
“Terimakasih kepada semua peserta yang telah mengikuti lomba yang diadakan Andyz Glyndyz bekerjasama dengan A Dien Collection, saya mewakili panitia akan mengumumkan 5 orang pemenang yang berhak mendapatkan hadiah total $ 10.000 HK.”
Dag dig dug debar jantung tiga sekawan itu. Menunggu bilakah nama kelompoknya dipanggil sebagai juara.
Pemenang nomor 5 sudah naik ke panggung, pemenang nomor 4 pun menyusul.
“Dan pemenang nomor 3 adalah … kelompok Bidadari Indonesia … ”
Putri terbengong karena kaget, tak menyangka kelompoknya punya kesempatan menyandang juara ketiga.
Mereka berpelukan sesaat. Eyput mewakili naik ke panggung untuk menerima hadiah dan penghargaan.
Mereka bertiga mengabadikan moment bersejarah rancangan busana muslim batik Indonesia itu. Raut kebahagiaan terpancar cerah.
“Kelak, di Indonesia kita akan menjadi pengusaha-pengusaha sukses, mempopulerkan busana muslim batik Indonesia. Dan kita tunjukkan pada dunia, kita para buruh migran pun bisa melakukan hal hebat dengan semangat, tekad, usaha dan doa.”
“Aamiin … “ ketiga sekawan itu berpelukan haru.
Di seberang lautan nan jauh, seorang pemuda menebar senyum sambil menatap layar datar di tangan.
”Adik ...
jikalau kau mendapati angin yang menyapa wajahmu pagi ini,
Itulah rinduku yang menjelma,
mengirimkan harum bunga semusim,
luruh dalam setangkup doa
Agar semesta menjaga cinta kita
Adik ... aku menunggumu ...”
Tulisan itu segera melesat menemui pujaan hati dalam pesan singkat, Eyput.
Gadis manis berkerudung itu tertunduk, menahan senyum dan membalas pesan.
” Kakak, tiada yang lebih membahagiakanku, selain ... kelak, kita dipertemukan dalam cinta yang halal”

*******************
Surabaya. 22 Agustus 2014

No comments:

Post a Comment